Berita Terkini

KPU Sinkronkan DP4 dengan Pemilu/Pilkada Terakhir

Palembang, sulut.kpu.go.id – Data pemilih pilkada sering menjadi sorotan, karena menjadi potensi problem dan sengketa. Pada pelaksanaan pilkada serentak 2017, Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilihan (DP4) tidak lagi menjadi sumber pokok data pemilih, tetapi sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun daftar pemilih. Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mensinkronkan data dalam DP4 dengan daftar pemilih pemilu atau pilkada terakhir di masing-masing daerah.   Data hasil sinkronisasi dengan Sistem Data Pemilih (SIDALIH) tersebut yang akan dikirim ke KPU Kabupaten/Kota untuk dimutakhirkan atau dilakukan pencocokan dan penelitian (Coklit). Hasil coklit ini akan mencantumkan tiga hal, yaitu mengurangi karena meninggal, pencoretan karena tidak memenuhi syarat sebagai pemilih, dan perbaikan. Hasil coklit tersebut akan menjadi Daftar Pemilih Sementara (DPS) yang kemudian dilaunching untuk mendapatkan feedback sebelum nantinya menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT).   “Sekarang sudah tidak ada DPTb1 dan DPTb2 lagi, semua ada di DPTb. Setelah DPT dan DPTb ditetapkan, data tidak akan berubah lagi. Bagi yang belum masuk dalam DPT dan DPTb, dapat memilih menggunakan KTP, kartu keluarga, atau surat keterangan dari dukcapil yang akan dibuat satu format sama. Jadi sekarang tidak ada lagi surat keterangan lainnya, seperti surat keterangan dari lurah, desa, atau kepala dusun,” tegas Komisioner KPU RI Ferry Kurnia Riskiyansyah di depan peserta dari KPU dan Bawaslu dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) Terpadu, Selasa (20/7) di Sumatera Selatan.   Ferry juga menambahkan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 juga mengatur syarat pemilih yang terganggu ingatan atau jiwa tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Namun selama belum ada surat keterangan resmi dari dokter yang berkopenten mengeluarkan rekomendasi bagi disabilitas kejiwaan, maka yang bersangkutan tetap bisa di data. Ferry juga meminta petugas coklit harus petugas yang paham daerahnya dan dilakukan kontrol baik oleh PPS maupun KPU Kabupaten/Kota, agar proses coklit selama 30 hari tersebut bisa berjalan optimal.   Sementara itu Komisioner Bawaslu Nelson Simanjuntak mengungkapkan tugas pengawasan oleh Bawaslu dan Panwas bukan menjadi seperti mandor, tetapi akan lebih banyak mengawasi peserta pemilu dan pemilih. KPU merencanakan dan melaksanakan secara teknis pemilu atau pilkada, dan Bawaslu akan mengawasi penyelenggaraannya. Panwas juga harus bertugas mengutamakan pencegahan, baru bertindak jika ada pelanggaran.   “Proses perebutan kekuasaan di Indonesia masih jauh dari etika politik, sehingga masih diperlukan pengawas. Dalam proses pemutakhiran data pemilih yang akurat dan komprehensif, Panwas berada dalam fungsi pencegahan, kita pastikan semua warga negara yang berhak, harus terdaftar dalam DPT, dan tidak ada orang yang tidak memenuhi syarat malah terdaftar dalam DPT,” ujar Nelson.   Senada dengan Nelson, Komisioner Bawaslu Daniel Zuchron juga menekankan peran Bawaslu atau Panwas untuk memastikan kebenaran penyelenggaraan sudah on the track. Pengawas tidak bisa mengambil alih tugas penyelenggaraan dari KPU, tetapi hanya bisa memberikan rekomendasi. Setiap keputusan yang diambil KPU, Pengawas akan menilainya, apabila sudah benar maka Pengawas harus mendukung dan memperkuat apa yang sudah diputuskan KPU. (Arf/red FOTO KPU/dosen/Hupmas)   Sumber : http://www.kpu.go.id/index.php/post/read/2016/5060/KPU-Sinkronkan-DP4-dengan-PemiluPilkada-Terakhir

Terbukti Politik Uang, Pencalonan Bisa Dibatalkan

Palembang, sulut.kpu.go.id – Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pilkada, banyak terdapat perubahan yang signifikan. Salahsatunya penguatan peran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang dapat menerima, memeriksa, dan memutus pelanggaran administratif, seperti pelanggaran alat peraga kampanye dan praktek politik uang. Bahkan sekarang praktek politik uang bukan lagi masuk ranah pidana, tetapi pelanggaran administratif, apabila terbukti maka pencalonan bisa dibatalkan. Kewenangan pembatalan pasangan calon (paslon) peserta pilkada ini hanya dapat dilakukan oleh Bawaslu Provinsi, tidak oleh Panwas di kabupaten/kota. Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Juri Ardiantoro yang turut memberikan materi dalam Bimtek Terpadu KPU, Bawaslu, dan DKPP, Rabu (20/7) di Sumatera Selatan. “Yang baru lagi dari UU tersebut, desain dan materi alat peraga kampanye boleh didanai oleh paslon, namun ketentuan dan pemasangannya diatur dan difasilitasi oleh KPU. Prinsip KPU, kampanye harus mencerminkan keadilan bagi seluruh peserta pilkada, namun juga masyarakat dapat memahami profil pasangan calonnya. KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota juga harus berkreasi agar alat peraga kampanye ini tidak merusak lingkungan dan tidak mengganggu kepentingan orang lain,” papar Juri. Sementara itu, Komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay menekankan proses pendaftaran yang menyeluruh, dokumen syarat pencalonan harus ada dan sah pada saat pendaftaran. Berbeda dengan syarat calon, yang penting ada terlebih dahulu, karena KPU mempunyai ruang untuk verifikasi dan memastikan keabsahannya. Terkait verifikasi dukungan calon perseorangan, proses verifikasi administratif sampai di KPU Kabupaten/Kota, dan kemudian PPS yang melakukan verifikasi faktual. “Ada dua poin penting dalam verifikasi, yaitu mencocokkan dokumen dengan fotokopi identitas secara manual, dan memastikan pendukung tersebut harus ada dalam DP4 dan DPT di daerah yang menggelar pilkada melalui sitem informasi SILON. Aplikasi ini dapat mendeteksi apabila ada kegandaan, atau dukungan sudah diberikan pada calon yang lain. Setelah itu diturunkan ke PPS untuk verifikasi faktual. Apabila dalam tiga hari tidak bisa ditemui, tim sukses harus mendatangkan yang bersangkutan ke PPS atau menggunakan teknologi video call yang dapat di-capture sebagai bukti verifikasi,” tutur Hadar. Hadar juga menjelaskan bahwa SILON juga dapat diakses oleh pasangan calon untuk memasukkan data-data dukungan agar semua data langsung terekam, dan juga dapat mencetak formulir-formulir yang butuhkan. Khusus untuk calon perseorangan, apabila syarat dukungan masih kurang, maka pada saat menyerahkan perbaikan harus berjumlah dua kali lipat dari kekurangan dukungan tersebut. Dalam kesempatan yang sama, Komisioner Bawaslu Nasrullah mengapresiasi sistem SILON yang dipakai KPU. Namun Nasrullah berharap agar pada saat verifikasi administratif dan faktual dukungan perseorangan, pengawas dapat diikutsertakan, karena bisa jadi KPU kabupaten/kota tidak mengetahui apakah petugas verifikasi faktual telah bekerja dengan benar. Selain itu, apabila memungkinkan lembaga-lembaga yang berkopenten diajak kerjasama, misal dinas pendidikan dan kesehatan, agar seperti kasus narkoba yang menimpa oknum bupati tidak terulang kembali. (Arf/red FOTO KPU/dosen/Hupmas) Sumber : http://www.kpu.go.id/index.php/post/read/2016/5061/Terbukti-Politik-Uang-Pencalonan-Bisa-Dibatalkan

Menolak Debat Publik, Peserta Pilkada Bisa Kena Sanksi

Palembang, sulut.kpu.go.id – Banyak hal baru yang tertuang dalam rancangan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU), salah satunya tentang pelaksanaan debat publik pasangan calon peserta pilkada. Seluruh pasangan calon peserta pilkada harus mengikuti pelaksanaan debat publik, apabila pasangan calon tersebut menolak ikut serta dalam debat publik, maka yang bersangkutan bisa kena sanksi berupa pengurangan jatah kampanye.   Hal tersebut disampaikan Komisioner KPU RI Arief Budiman saat memberikan materi dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) Terpadu KPU, Bawaslu, dan DKPP menyongsong pilkada serentak tahun 2017, Rabu (20/7) di Sumatera Selatan.   “Sanksi tersebut bisa berupa tidak bisa ikut serta pada debat publik berikutnya, atau iklan kampanyenya tidak akan ditayangkan di media elektronik. Untuk itu, proses lelang pengadaan iklan kampanye ini nantinya juga harus memperhatikan klausul sanksi ini,” ujar Arief di hadapan peserta bimtek dari KPU dan Bawaslu.   Arief juga menjelaskan pada pilkada 2017 nanti akan ada tiga jenis kotak suara (kotak untuk formulir C1, data pemilih, dan formulir DAA/red. ) di setiap kecamatan untuk pengelompokan dokumen. Kemudian untuk keamanan surat suara dan formulir, KPU akan menggunakan microtext dan tanda khusus hologram. KPU juga sudah menyediakan Sistem Informasi Logistik (SILOG), sistem ini tidak hanya untuk penyelenggara pilkada, tetapi juga bisa diakses oleh peserta pilkada.   Mengenai dana kampanye dalam rancangan peraturan KPU, Kepala Biro Hukum KPU RI Nur Syarifah menjelaskan bahwa setiap partai politik (parpol) dapat menyumbang maksimal 750 juta kepada pasangan calon. Apabila dukungan dari gabungan parpol, maka masing-masing parpol juga maksimal menyumbang 750 juta. Kemudian untuk sumbangan pihak ketiga maksimal 75 juta dan untuk badan usaha maksimal 750 juta.   “Sumbangan dana kampanye ini bersifat kumulatif selama kampanye. Selain uang, bentuknya bisa berupa barang maupun jasa, dan harus dilaporkan dalam dana kampanye. Rekening khusus dana kampanye ini harus diserahkan pada laporan awal dana kampanye yaitu satu hari sebelum kampanye dimulai. Apabila dana kampanye dari calon perseorangan, maka rekening dibuka atas nama pasangan calon. Apabila diusung oleh parpol atau gabungan parpol, maka dapat menggunakan rekening bersama,” tutur Nur Syarifah.   Dalam kesempatan yang sama, Komisioner Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Anna Erliyana juga meminta penyelenggara pemilu jangan sampai membuat citra yang baik untuk berbuat buruk. KPU, Bawaslu, dan DKPP adalah keluarga besar, sehingga Bawaslu atau Panwas jangan sampai merasa sukses, kalau banyak KPU yang dilaporkan ke DKPP. Bawaslu harus cek ricek terlebih dahulu, jangan hanya karena satu temuan, langsung melaporkan. Kekompakan KPU dan Bawaslu disemua tingkatan menjadi penting dalam penyelenggaraan pemilu dan pilkada yang lebih baik. (arf/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas) Sumber : http://www.kpu.go.id/index.php/post/read/2016/5059/Menolak-Debat-Publik-Peserta-Pilkada-Bisa-Kena-Sanksi  

KPU Beri Kemudahan Verifikasi Faktual Calon Perseorangan

Jakarta, sulut.kpu.go.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia memberi peluang kepada bakal pasangan calon dari unsur perseorangan untuk memfasilitasi pelaksanaaan verifikasi faktual dukungan dengan memanfaatkan teknologi informasi. Hal ini dilakukan untuk mencegah bakal pasangan calon perseorangan kehilangan dukungan karena faktor yang di luar keinginannya seperti pendukungnya dalam keadaan sakit atau sedang berada di luar daerah pada saat dilakukannya verifikasi faktual. “Pendukung yang sedang sakit atau tidak berada di tempat pada saat verifikasi tetap dapat diverifikasi secara faktual dengan menggunakan alat bantu berupa teknologi informasi,” kata Komisioner KPU RI Juri Ardiantoro saat uji publik Peraturan KPU Pilkada Tahun 2017 di ruang sidang utama KPU, Senin (18/7). Terdapat empat Peraturan KPU yang diuji publik, yaitu Peraturan KPU tentang Pencalonan, Kampanye, Dana Kampanye dan Pemutakhiran Data Pemilih. Hadir dalam uji publik tersebut perwakilan partai politik, media massa dan lembaga swadaya masyarakat.  Pemanfaatan teknologi informasi, kata Juri, disesuaikan dengan aksesibilitas daerah dan kemampuan bakal pasangan calon dengan ketentuan dilakukan secara online dan real time atau seketika dengan menggunakan panggilan video atau video call. Metode ini memungkinkan Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan pendukung untuk saling bertatap muka, melihat dan berbicara secara langsung layaknya verifikasi faktual secara offline. “Kalau ketentuan itu tidak dapat dilaksanakan maka dukungannya dinyatakan tidak memenuhi syarat,” tegas Juri. Komisioner KPU RI Arief Budiman menambahkan fasilitasi teknologi informasi sebagai alat bantu verifikasi faktual dilakukan oleh bakal pasangan calon. “Yang menyediakan alatnya bukan KPU tetapi pasangan calon,” kata Arief. Untuk verifikasi faktual secara online, lanjut Arief, bakal pasangan calon harus memastikan koneksi jaringan internet di daerah tersebut baik sehinggavideo call-nya sempurna. “Kalau koneksi internetnya tidak bagus maka verifikasinya akan terhambat dan dukungan tersebut dapat dibatalkan,” ujarnya. Mantan Komisioner KPU Jawa Timur ini juga mengingatkan verifikasi faktual secara online tidak serta merta dapat diberikan dengan alasan pendukungnya sedang sakit atau berada di luar daerah. Bakal pasangan calon atau tim bakal pasangan calon harus menyerahkan surat keterangan arau dokumen lain yang membuktikan pendukung yang bersangkutan sedang sakit atau berada di luar daerah. “Petugas akan melakukan verifikasi terhadap pemenuhan buktinya. Kalau sakit berarti harus ada surat keterangan dari dokter di rumah sakit,” ujarnya. Arief juga menegaskan dalam hal terdapat keraguan PPS terhadap pendukung yang diverifikasi faktual secara online maka PPS dapat melakukan penelitian ulang terhadap dua jenis dokumen. Pertama ; PPS mengecek kartu tanda penduduk (KTP) untuk melihat kesesuaian foto dengan wajah pendukung pada saat verifikasi faktual dengan video call. Kedua; mengecek keabsahan surat keterangan kepada instansi yang berwenang untuk mengetahui kebenaran alasan pendukung tidak dapat dihadirkan. Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengapresiasi kebijakan KPU yang memberi kemudahan akses kepada pendukung calon perseorangan dalam verifikasi faktual. Namun Titi juga mengingatkan agar KPU menyusun standarisasi surat keterangan yang menjadi acuan bagi petugas untuk melakukan verifikasi faktual secara online. (*/red.FOTO KPU/dosen/Humas) Sumber : kpu.go.id

Biaya Makan dan Transport Kampanye Tidak Diberikan Dalam Bentuk Uang

Jakarta, sulut.kpu.go.id – Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Sigit Pamungkas mengungkapkan bahwa Biaya makan, minum dan transportasi dalam kampanye Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pilkada, tidak boleh diberikan dalam bentuk uang. Hal tersebut disampaikan Sigit dalam Uji Publik Rancangan Perubahan Peraturan KPU terkait Pilkada, Senin (18/7) di Ruang Sidang Utama Gedung KPU.  “Semuanya harus diberikan dalam bentuk barang, kalau transportasi ya bisa menyediakan jemputan atau menyediakan sewa kendaraan misalnya,” ujar sigit memberikan contoh. Selain tentang biaya makan dan transport kampanye, dalam Peraturan KPU terbaru juga diatur sanksi bagi pasangan calon yang tidak ikut dalam debat kandidat. Sanksinya berupa pengumuman ke publik tentang alasan ketidakikutsertaan dalam debat dan pemotongan frekuensi iklan dimedia hingga 50 persen. Terkait pembiayaan kampanye, Sigit mengatakan bahwa untuk Pilkada Serentak Tahun 2017 kampenye dilakukan oleh pihak Partai Politik dan dapat dibiayai oleh KPU. Dengan begitu, dana kampanye dapat berasal dari KPU dan partai politik. Kegiatan Kampanye yang dibiayai oleh KPU antara lain debat publik dan iklan dimedia massa baik cetak maupun elektronik, sedangkan partai politik membiayai kegiatan tatap muka maupun pertemuan terbatas. Selain membahas tentang Rancangan Peraturan KPU tentang Kampanye, Uji publik kali ini juga membahas  Pemutakhiran data pemilih.  Anggota KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan hal yang berbeda dari Peraturan sebelumnya ialah bahwa untuk Pilkada 2017 tidak ada Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) 1 atau Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) 2. Pemilih yang tidak terdaftar pasca penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) langsung dapat menggunakan hak pilihnya langsung pada hari H dengan meggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Uji Publik yang juga mengundang Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyeenggara Pemilu (DKPP), partai politik, lembaga non pemerintah pemerhati pemilu dan media masa kali ini juga membahas rancangan Peraturan KPU tentang Dana Kampanye dan Pencalonan. (ftq/red FOTO KPU/Dosen/Hupmas)   Sumber : kpu.go.id